Senin, 22 Agustus 2011

Biarkan Tulusku yang Mencintaimu.....



“Luka yang telah kau toreh ini, esok kan kau dapati ia menjadi kasih sayangku padamu, karena sungguh aku mencintaimu meski sampai nanti pun aku tak dapat mendapatkan gelar sebagai istri....
 masih bersama kosong nya ruang waktu dalam tuaian – tuaian rindu yang menggebu..
cinta yang terjaga berurai penuh air mata...
duka kah sang rasa?
luka kah penggugah asa?

Entahlah,
semua tak dapat terbaca dengan jelasnya masa...

biarkanlah luka dan serpihan lara itu berjalan bersama nadir – nadir hidup yang getir..
yang dimana nanti sebuah keindahan akan tersumbul dalam kelapangan sebuah “penerimaan” yang berselimutkan ikhlas, dan teduh penuh kesabaran...

Amin.

********************************************************************************


Namaku Rinda Hampir 2 tahun aku berhijab, untuk membangun jiwa dan hati ini untuk lebih baik lagi. Masa lalu begitu banyak mengajarkan aku tentang semua hal, hingga membuat aku seperti ini. Kini usiaku menginjak 21 tahun, dan terbilang muda bagi siapapun yang mendengarnya. Tapi aku dikenal oleh siapapun yang dekat denganku sebagai  tipe wanita muda yang tidak suka bermain – main dengan kehidupannya, apa lagi soal perasaan dan cinta. Jika ada yang mendapati seumuranku masih berfoya – foya, kuliah hanya untuk gaya – gayaan, dan bergandeng dengan lawan jenis untuk sebagai kebanggaan. It is not me. Itu bukan aku. Walaupun masa laluku berhubungan dengan yang namanya “ pacaran”. Tapi Alhamdulillah, Allah telah menuntunku lebih baik lagi.

********************************************************************************

Sering kali aku menjadi tong sampah alias pendengar setia curhatan mereka ( teman – temanku), semua itu membuat aku lebih berfikir matang, bahwa diantara kebersamaan itu pun harus ada yang namanya komitmen satu sama lain, karena kalau mencintai, kalau menyayangi kenapa harus takut dengan adanya komitmen? Cinta adalah kedewasaan bagiku untuk mengerti , memahami, mengenal dan menjaga baik antara satu dengan yang lain. Buat di luar itu buat aku kini non sense.

            Aku memutuskan untuk tidak berpacaran lagi setelah aku putus dengan mantan pacar yang terakhir. Cukup merasa lelah untuk mengerti dan memahami, untuk itu aku putuskan aku harus lebih baik dari hari ini. Alhamdulillah, dengan berbagai usaha dan perjuanganku sendiri, aku bisa mengendalikan diri dan hatiku. Kelelahan untuk menjalin hubungan yang semu, membuat aku tidak tertarik dengan yang namanya pacaran, mungkin juga karena itu aku memutuskan untuk menerima suami saja. Bukan seorang pria yang menawarkan hal yang untuk sementara dengan apapun alasannya.

Di samping aku patah hati, aku juga lelah sempat merasa frustasi malah, karena aku belum mendapatkan pekerjaan untuk membantu keluarga. Meskipun aku adalah putri satu – satunya bapak dan almarhumah Ibu, aku tak pernah diajarakan untuk menjadi pribadi yang bermalas – malasan dan manja. Sewaktu Ibu masih ada, ibu selalu mengajarkan bagaimana harus menempatkan diri, displin waktu, dan juga mandiri dengan keadaan ketika harus sendiri nanti. Hmmm, jadi rindu sama ibu...:(

Berusaha menyabarkan semua keadaanku, sembari prihatin kalau orang jawa bilang. :). Lebih mendekatkan diri lagi pada Allah, karena hanya Dia-lah yang mampu melepaskan aku dari segala belenggu yang membebaniku.


********************************************************************************
Semangat untuk hari yang baru

Alhamdulillah setelah sekian lama berkelana alias cari – cari kerjaan, akhirnya aku diterima di salah satu warnet Solo ini, yang tempatnya bisa aku tempuh jalan kaki, jadi ngirit deh, hehehe. Dulu banget, aku sama sekali ga tahu apa yang namanya internet, meski suka ikut sama temen, tapi ga tahu juga cin...gimana make'nye?!, bushet deh, katrok bener yak? hihii :D :-p

Bangkit dari patah hati, dan bersemangat untuk lebih baik, Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar, doa – doa setiap sujud malam yang ku pinta mungkin Allah bukakan di sini.  Aku berusaha untuk mempelajari tentang dunia kerja yang sedang Allah berikan padaku, dan Alhamdulillah, tak sampai 1 bulan pun aku lancar untuk mengoperasikan internet, meski tidak semua.  Tapi ini suatu kebanggan sendiri loh?! ya iyalah la wong... dulunye katrok sekarang udah bisa, hehe sapa yang ga bangga? Ya to?! ^_~V

Dan untuk perihal cinta, aku tak mau main – main lagi, aku mau suami, seorang pria yang taat beragama, supel, ramah,baik setia, tanggung jawab, yang bisa menerima aku apa adanya. Yah kira – kira begitulah kriteria yang aku impikan selama ini. Eh, tambahan lagi cin.., kalu bisa kerjanya di kantor, hehehe, bayangin kayak di sinetron tuh, rapiin kerah atu benerin kancing kemeja suami duhh..... mesranya, ( heleh jadi mupeng gini yak? ) maaf hehehe... kelepasan. ^^V

Kedekatan itu kian terasa

Bulan berganti, dan waktu pun berlalu. Entah dari mana cinta itu hadir mengisis relung relung hatiku yang telah lama hampa,  ingin dan cita seolah merayu untukku menggayuh bersama dia, ya benar hanya dia. Aku mengenalnya dari batas layar kompi ini, dunia maya. Mungkin agak riskan. Tapi entah kenapa aku merasa dia berbeda dari teman chatku yang lainnya. Aku merasa nyambung dan cocok dalam membahas hal – hal yang aku suka. Membaca, kehidupan, agama, dan pengertian soal cinta. Masya Allah! Walhamdulillah.

Sebut saja ia Defian. Seorang pria yang jauh 9 tahun di atasku, yang  aku kenal, asyik diajak berdiskusi, dan ada benarnya, “witing tresno jalaran saka kulina” pepatah dari orang jawa mengatakan demikian. Kami sering chat dan itu hampir setiap hari, pagi, siang dan sore. Secara tempat kerjaku yang memastikan bahwa aku selalu online, sampai jam kerjaku habis. Kadang di sisa waktu, masih saja aku sempatkan selepas isya pergi ke warnet dekat rumah, ( maklum saya ga ada laptop/ computer pribadi) untuk mengecek and ricek, adakah pesan dan adakah dia online malam ini?. And..., see?! Hmm inikah ikatan batin? Aku temui serangkain pesan dalam inboxku. Dan tak lama dia online. Kami saling berbagi dan bercerita.  Kedekatan itu terasa kental dalam hatiku, walaupun dengan batasan layar kompi ini. Walau rasanya berlebihan, tapi inilah adanya.

Mas Defian yang bekerja di suatu lembaga Islam, ia sangat antusias ketika aku mengutarakan niat ku untuk berhijab. Jujur, dialah motivator yang berpengaruh untukku kala itu. Aku simpati pada dirinya. Entahlah, darimana hatiku ku dapat merasakan getaran itu, kalbuku seolah membisikkan pada nurani yang tak dapat terpungkiri “ seperti inilah seseorang yang aku cari selama ini....”, walaupun sebatas dunia maya ini, namun perasaan ini terasa sangat dekat dan seperti lama mengenal dirinya. Bagiku yang peka, apapun yang dari hati, pasti akan tersampai di hati. Aku merasakan ketulusannya untuk membimbingku, dan mengajari berbagai hal. Sempat aku bertanya, adakah dia sudah beristri? Dia menjawab belum. Dia pun pernah bercerita pernah ditawari oleh murrabi-nya, tapi dia tidak mau alasannya adalah belum ada niat.

Sempat juga sebelum mengenal ia lebih jauh, aku mempelajari agama islam ini yang ada istilah poligami, apa syarat dan ketentuanya. Jujur awal mula mendengar istilah itu dan artinya aku tidak suka, karena menurutku  hal tersebut bisa menyakiti hati wanita. Tapi meskipun aku tak suka, diam - diam  aku interest untuk mempelajarinya. Dari  pekerjaanku sebagai operator warnet  aku dapat  belajar, googling, dan mengumpulkan referensi soal poligami ataupun yang lain yang tetap bersangkutan tentang islam..  Ternyata dari kumpulan referensi itu cukup membukakan hatiku setelah membaca penuturan dari istri Aa' Gym yang pertama. Penyampainnya soal perasaan dan semua tentang hidup yang beliau jalani saat ini begitu membuat hatiku tersentuh, ikhlas, ah.. rasa yang benar – benar harus diperjuangkan.

Ngomong- ngomong soal poligami, mas Defian pun sering menyinggung soal poligami belakangan ini, aku sempat mengatakan padanya  kalupun nanti aku menikah, aku tak mau dipoligami, karena aku tahu diriku. Aku tidak sanggup menjalankan itu. Dan terkadang dengan pernyataan itu, diapun terdiam atau mengganti topik pembicaraan yang saat itu sedang serius kita diskusikan. Hmm..,

Semenjak itu, aku merasa sedikit terbuka untuk perihal dalam poligami, setelah aku mempelajarinya, dari syarat, sebab, akibatnya. Keikhlasan, dan pahala yang di dapat,meskipun jalan syurga-Nya tak tertitik pusat pada poligami itu sendiri. Entahlah, aku mungkin boleh tak suka, ataupun benci, tapi aku tidak berhak untuk menentang keberadaannya, karena itu adalah sunah dari nabi, dan itu halal, Allah pun membolehkan. Poligami bukan suatu hal yang wajib dilaksanakan seperti halnya shalat fardhu. Kenapa harus dari kita menentang keputusan yang diberikan oleh Allah sendiri bagi kita?. Daripada selingkuh, berzina ga jelas. Nauzdubillah, poligami datang untuk menjadi jalan keluar. Yah seperti itulah yang aku paham. Dan bahkan keberkahan yang didapat di dalamnya. Masya Allah. Entahlah, kita pun mempunyai pendapat yang berbeda dan memanglah kita tahu, indah sekali jika dapat berbagi dengan ikhlas, namun cinta? Hmm membutuhkan nafas yang panjang untuk menjawabnya…..
  

 Sentuhan lembut dalam hati

Setiap malam, menjadi indah sejak aku mengenalnya, hariku menjadi nampak cerah dari yang sebelumnya. Aku dan mas Defian telah lama mengenal meskipun dari dunia maya, aku dan dia banyak berbagi pengalaman , masa lalu, bahkan sampai keluarga. Simplenya, aku dan dia sudah saling mengenal dekat. Apa kesukaannya, jadwal – jadwal di setiap harinya. Entah itu di kantor ataupun di luar kantor. Semua terlewati begitu saja, hingga suatu hari ia mengungkapkan perasaan dan niatnya kepadaku.

Dik, lama aku mengenalmu, jujur aku simpati padamu, semangat kamu untuk berubah lebih baik, pandangan kamu tentang hidup, aku bisa merasa kamu berbeda, izinkanlah aku mengungkapkan ini bahwa aku mencintaimu karena Allah, aku menyayangimu dik, maukah kamu menikah denganku? Maukah kau menjadi istriku Rinda Zahranadya?” katanya di chat via YM pagi itu.

Subhannallah, dadaku sontak gembira, dan bahagia sekali.., ahh bodohkah aku?  Ini kan dunia maya bagaimana aku bisa percaya? Setengahku ragu terhadap pengakuannya.

hmm.., terima kasih, aku bingung mas, harus ngomong apa, sebelumnya aku pun kagum sama mas. Karena aku interest sekali perihal agama ini, dan diskusi yang luas bisa aku pelajari bersama mas Defian. Tapi bukankah ini hanya dunia maya? Mas serius dengan ucapan mas? ….”jawabku dengan rasa senang yang bercampur rasa ragu.

“ baiklah, aku tahu dik. Mungkin ini sedikit konyol, karena kita hanya mengenal dari dunia maya ini, aku dan kamu tida pernah saling bertemu, entahlah aku merasa kita sudah berteman lama.Itulah  yang ada dalam hatiku. Fikirkan saja dulu. :) aku tidak mau memaksamu. “ jelasnya dengan tenang. Namun akupun bisa merasakannya.

Dulu aku meminta pada Allah, agar Dia memberikan aku seorang pria yang datang bukan untuk menwarkan diri sambil berkata “ maukah kau menjadi pacarku?”, tapi aku mau dia datang dengan ungkapan hatinya yang ia mengutarakan perasaanya sambil berkata “ maukah kau menjadi istriku?”. Dan sekarang...., ada seseorang yang berkata seperti itu padaku, setelah aku lama menunggu dan selalu berdoa meminta kepada-Nya. “Ya Allah..., diakah orangnya? “ tanyaku dalam hati penuh harap.

Dan.......

Aku mencoba mengistikarahkannya, dia sungguh jauh dari  kini ku berada. Tapi aku juga tidak tahu keyakinan darimanakah untukku percaya  padanya, karena yang aku tahu, Allah -lah yang memberikan kepercayaan itu padaku meskipun aku betul – betul berusaha menetralkan perasaanku terhadapnya. Sampai pada suatu ketika, aku kirimkan jawabanku atas pertanyaan mas Defian tempo hari via email. Dengan rangkain pesan yang cukup panjang, yang berisi tentang jawabanku, juga mencoba meyakinkan ulang dengan keseriusan mas Defian terhadapku.  Keesokan harinya, ku dapatkan jawaban itu, bahwa ia jujur menyukaiku, dan berharap aku mau menjadi istrinya.

 Bait – bait mulia selalu terucap dengan bisik – bisik penuh pinta pada-Nya. Aku meminta agar aku diberi petunjuk siapakah mas Defian sebenarnya, dengan segala apapun yang tidak aku ketahui darinya.

********************************************************************************
Kejujuran yang pahit

Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku merasakan Dia benar – benar mengabulkan doaku, karena sesuatu yang aku ketahui belakangan. Sesuatu yang menurutkui tu penting sekali, sesuatu yang begitu hidup dan nyata setelah rasaku tumbuh teramat dalam pada mas Defian.

Bermula pada mas Defian yang sering membahas  Alif, dan umi Alif. Bahkan ia sempat kasih liat foto alif, aku bertanya saja, siapa Alif? Dia menjawab “ dia keponakanku..., lucu yah? Umurnya baru 2,5 tahun”.

Aku merasa senang karena aku anggap mas Defian sudah lebih memasukkan dan melibatkan aku di dalam keluarganya. Dan iapun sering bercerita tentang umi Alif. Sempat mas Farhan  bertanya, “bolehkah umi Alif tahu nomor HP kamu? Dia ingin mengenalmu, dia setuju jika aku melamarmu...”  jelasnya panjang lebar di kala itu. “ Boleh saja...” , Jawabku datar. Meski jujur di saat itu aku berfikir ganjal. Siapakah umi Alif itu? Kenapa mas Defian selalu mengaitkan hubunganku dengannya pada umi Alif?  Tapi semua pertanyaan ku cepat berlalu, karena percakapan lainku dengannya menutupi semua kegundahanku.

Se-usai subuh ku dengar Hpku berbunyi, aku lihat nomor asing. Coba ku angkat “ Assalamualaikum, ya...”  sapaku dengan suara yang agak serak karena masih pagi. “ waalaikumsalam, ini benar Rinda?” tanya suara seorang wanita di seberang sana. “ iya betul ini siapa ya?” jawabku sembari bertanya kembali. “ ini umi Alif, apa kabar? Kapan nih mau main dan jalan – jalan ke sini?” jelasnya dengan pertanyaan yang bermakna menyambut itu, “ Alhamdulillah baik uni, uni sendiri gimana? Insya Allah kalu pun ada yang jemput nanti saya akan ke sana jawabku dengan wajah yang merona, karena pasti umi Alif tahu maksudku. “ Oh..., insya Allah” sahut umi Alif dengan sedikit datar. “ oh ya uni, alif mana? Mas Defian sering sekali cerita soal Alif...” tanyaku. “ Oh, Alif masih bobo, iyakah? Tadi dia minta digaruk punggungnya, ada biang keringat” jelas umi Alif. “ oh ya Allah, itu loh uni, coba aja dikasih bedak dingin, kalau di sini sering sekali kalau anak kecil biang keringat diobatin pakai bedak itu, insya Allah sembuh..” saranku pada  umi Alif, “ Iyah, Alhamdulillah, kemarin juga sudah diperiksa ke dokter kok..., baiklah kalu begitu, saya tutup dulu yah telfonnya, kelihatannya Alif  bangun lagi, salamualaikum..., “ pamitnya. “ oh, ya deh, trimakasih sudah menelfon, insya Allah saya akan main ke sana kalu ada kesempatan, waalaikumsalam....” jawabku dengan ramah.

Hatiku bertambah bahagia. Aku merasa lebih dekat dengan keluarga mas Defian. Dan paginya pun aku menunggu mas Defian Online, namun sayang, dia tak ada. Benar saja aku resah dan gundah, tak hilang akal, aku ceritakan perasaanku yang selepas ditelfon oleh umi Alif via email. Aku juga bertanya, sebenarnya umi Alif itu siapa? Istri dari kakak mas Defian-kah?. Akan tetapi baru keesokkan harinyalah, ku dapati jawaban emailku. Singkat isi email itu menjawab bahwa :

 “umi Alif insya Allah menantu yang solehah dari kedua orang tuaku, dan dia seorang istri dari putra ibuku, dan kegiatan sehari – hari selain melanjutkan kuliahnya dia menjahit pesanan jilbab, sambil menunggu kepulangan suaminya yang tercinta”.

Seperti itulah yang aku terima jawabannya. Hmm, sedikit membingungkan, karena mas Defian membiarkan aku mereka – reka. Hanya saja, masih ada yang ganjal, namun aku tak siap jika harus menanyakan hal ini kepadanya secara langsung. Aku memang memiliki nomor HP nya, tapi aku tak sesering sms layaknya orang yang sedang dimabuk asmara. Hanya saja mengantisipasi, jika ada kabar penting. Semisalkan : ia akan tugas di luar kota dari kantornya dan harus menginap beberapa hari jadi dia tak bisa online, tahulah kalu kita sering bersapa, tiba – tiba dia menghilang, dan membuat aku khawatir. Dan hal seperti itu biasa dia lakukan, di pesan offline, atupun di email, kalu tak sempat barulah dia sms, atu telfon. Hal – hal terkecil pun selalu ada diantara kami, kami sudah terbiasa dengan itu, dan mungkin itulah yang membuat kami terasa dekat seperti lagu “ jauh di mata dekat di hati”, ( (halah…..)  hmm ya yaya begitulah.

Hampir 2 tahun ini, aku mengenalnya. Dari kisah dan cerita, interaksi bersamanya, bagaimana dia, selalu saja ada perasaan yang cocok. Misalnya saja : sedari malam aku tak bisa tenang memikirkannya, aku berfikir apakah dia sedang sakit? Dan ternyata keesokan harinya ada email yang isinya menyampaikan bahwa dia sakit, sesudah aku bertanya kabarnya via email juga hari itu, ada lagi, sewaktu siang usai dhuhur, aku merasa tak tenang, aku mencoba sms, karena aku ini orang panikkan, dan setelah aku bertanya apakah dia baik – baik saja? Jawab sms nya adalah ibu jari tangan mas Defian sebelah kiri terjepit alat stephles yang besar sewaktu dikantor Astgfirullah. Berlebihankah lagi ini? Atau Inikah ikatan batin? Entahlah...
cinta datang ketika aku begitu haus dan dahaga oleh seteguk air kasihnya...
namun cinta berubah sangat menyakitkan.. ketika aku harus tahu pernyataannya,
dimana kemelut hati menjadi pipihan tulang rindu...
dan hujan hati menjadi tambang mutiara lautan jiwa yang tabah menerima..

ku belajar untuk mencintai dalam bentuk sederhana...
akan tetapi cinta membalas dengan menghancurkan aku dengan keluar biasaaannya...
yang menjadikan banyak jiwa manai oleh tingkahnya ….
  
tersayat sembilu pilu dalam ulu hati....
merasuk lekat pada sukma bernyawa ini...,
cinta membuatku hidup sekaligus membuatku setengah mati... memperjuangkannya....

maka uraikanlah.. dengan lembut tutur katamu...
jalinkanlah antara satu dengan yang lainnya atas warna kejujuran itu...

cinta mampu bertahan saat getirnya membaur lepas menindas dalam ruang hati yang luas...
cinta juga sanggup untuk meluluh lantahkan keping – keping asa dengan seketika...

tak akan ada ujung dan pangkalnya ketika semua harus terhenyak mendengar kata cinta ini...
tiada satupun yang kan mengerti dengan cinta itu sendiri yang ternyata masih bisu dalam aku-ku....

menjadikan enggan namun tak dapat berpaling dalam dunia yang hampa tanpa rasa...
dari segala Kuasa-Nya...
inilah cinta...,
cinta yang begitu abstrack untukku melukiskannya..
rasa yang begitu kelu ketika ku harus menerima....
asa yang begitu mulia... di saat mengikis ego menjadi mengerti...

merubah nada tinggi menjadi lebih rendah...
menyenandungkan asmara menjadi syahdu...
menyimbolkan rindu dalam satu ikatnya,

saat badai hati menghempaskan sudut – sudut penyangga sukma...
runtutan rasa menjadikan pelik dalam setiap logika..
rasa yang begitu rumit dan sulit untukku menjelaskannya...
namun begitulah adanya...  cinta .

kasih sayang berlumurkan pengertian....
peduli yang berselimutkan kesetiaan...
dan ikhlas yang bertemankan kesetiaan

apa lagi yang musti aku ucapkan?
sementara  telah habis kata kugoreskan....
kau selalu ada dalam aliran darah penaku..
kau selalu ada dalam tinta hitamku
kanvas lukis rasa dan asaku...

aku hanya berharap dalam cinta .. ku tak akan memupuskan segala pinta dan doaku pada-Nya..
tentang aku  dan dia...

cinta begitu hebat dalam membentuk siapa diriku sebenarnya...,
dan cinta-Nya telah membuatku membuka mata dan hati... untuk lebih jelas dalam mengenal arti cinta itu sendiri...

********************************************************************************
Pernyataan mas Defian, masih tidak membuatku puas, sampai barulah terbesit dalam fikirku, “kenapa ya? Mas Defian seolah dekat dengan Alif, dan uminya. Kalau pun ia istri dari kakak mas Defian, lantas kenapa sebegitu dekatnya mereka, apa lagi..., mas Defian tau betul soal agama. Sama saja mereka kan bukan muhrim, atau jangan – jangan umi Alif itu istri mas Defian, dan Alif anak mereka?! Astgfirullah..., benarkah itu? ah.., tidak mungkin, mas Defian bilang belum  menikah, dan setega itukah ia berbohong padaku? Tidak mungkin...” tebak ku dalam hati.

Untuk menghilangkan resahku, yang memang seharian tidak online. Aku tanyakan kabar mas Defian via sms malam itu, dan ternyata balasan itu malah berbunyi

“ laporan yah sama pak Guru Defian, kalu umi Alif telfon, cari pak guru Defian apa abinya Alif?” Umi Alif.
  
Begitu balasan yang aku terima, ternyata yang membalas smsku malah umi Alif, aku semakin bingung, namun ku coba tenang untuk menjawab keresahanku sendiri waktu itu. Mas Defian dan aku memang terkadang suka bercanda, sampai – sampai kami menjuluki satu sama lain dengan istilah“ pak guru dan bu guru

 Ku balas sms nya
“ :) ga kok uni, saya merasa senang saja, karena bisa kenal uni, yah saya cari Pak guru Defian lah, masa Abinya Defian yang saya cari?:)”

begitupun balasanku diterima, ku terima lagi sms darinya...
“ la iya..., pak guru Defian itu abinya  Alif..”
  
 Aku bingung, dan sempat kaget. Sedih? Mungkin belum terbaca di hati dan raut wajahku saat itu.
 Aku coba sms lagi
“ maksud uni apa yah? Mas Defian Abi Alif? Lalu... berarti uni ini istri mas Defian begitukah uni?”
ada lagi balasan ….
  
“ Iya ukhty..., saya istri dari Mas Defian, dan Alif itu adalah anak kami...”
jawabnya singkat, jelas dan sangat membuatku terluka……

 Entah apa yang aku rasakan waktu itu, bingung, panik, sedih, kecewa. Aku pun menguatkan diriku untuk bisa lebih berfikir jernih.. sambil membalas sms umi Alif.
 “ Astgfirullah uni.., jika memang betul pernyataan uni, kenapa mas Defian tidak menyampaikan hal ini dari awal? Maafkan saya uni, saya benar – benar tidak tahu, saya.. sedih mengetahui ini baru saat ini, maafkan saya uni, saya benar – benar minta maaf” balasku dari hati.

“ tidak apa ukhty, saya senang dengan perubahan ukhty yang banyak saya dengar dari abi Alif, jangan bersedih, kami dengan senang hati bersilaturahmi dengan ukhty..., “ jelas umi Alif di smsnya.
  
Aku semakin sedih, ya Allah..., apa yang telah aku lakukan? Aku melukai perasaan seorang wanita yang seperti aku, aku benar – benar jahat dan berdosa. Allah..., ampuni aku, sebegitu tegakah mas Defian berbohong padaku?! Aku kecewa, aku benci sekali dengan diriku sendiri saat itu. Sekejap saja ia telah mampu menghancurkan utuhnya hatiku.  Aku tidak tahu, dan aku tidak mau  menyamakan hatiku dengan hati umi Alif yang mesti aku paham dia  mungkin lebih sakit dariku. Inikah kepercayaan? Ya Allah inikah jawaban doaku selama ini? Masya Allah..., aku tak mau diketahui mimik mukaku yang sedih dan hancur oleh keluargaku, sehingga aku pergi dan minta ijin untuk main keurmah sahabatku Wita. Di sana aku ceritakan semua, yang selama inipun dia selalu mendengar kisahku dengan mas Defian dari ceritaku.

********************************************************************************
  “ Sudah aku duga Rin..., mas Defian itu terlihat sudah matang, dan waktu aku sempat ngobrol sama dia via YM pun aku merasa seperti sedang mengobrol dengan pria dewasa yang bias ngemong, meskipun mungkin umurnya belum setua yang aku kira, sabar Rin...,” ujar Wita.
  
            Pedih sekali rasanya. Wita tak bisa berkata,ia hanya mengusap bahuku. Mungkin dia tak berani berucap karena menginginkan aku lebih tenang dulu. Sakit..., sakiiittt sekali. Air mataku tak henti mengalir, hampir aku tak percaya, seseorang yang mengajak aku menikah, bahkan yang telah lama ku kenal baik, dan aku percaya dia tahu yang lebih baik, tapi..., kenapa dia tega menghancurkan hatiku berkeping – keping setelah aku mempunya perasaan terhadapnya teramat dalam. Bodohkah aku? Dosakah aku? Aku tak tahu apa – apa, dia tak memberi keterangan dengan jelas, ucapnya yang belum menikah, Alif yang dikatakan sebagai keponakannya.., anak itu..., wanita yang menelfonku yang aku kira istri kakak darinya, dan sekarang ia mengakui bahwa mas Defian adalah suaminya dan Alif adalah anak mereka.., Allah...., bisakah aku memaafkan semua ini? Ini terlalu dalam melukai hati dan jiwa hamba-Mu yang rapuh ini.
  
“ tenang dulu aja Rin, mungkin dia bukan jodoh kamu, atu mungkin kamu bisa bicarakan baik – baik dengan dia, ajakan menikah itu bukan suatu hal yang main – main” jelas Wita perlahan padaku.

  Ada keraguan di hatinya yang aku rasa, memandang sahabatnya yang mungkin selama ini banyak mendengar dan menyaksikkan kehidupan bersamanya. Sahabatnya yang baru saja menanggalkan kekelaman bayang masa lalu, dan berusaha lebih baik. Dan kini ia temukan dihadapnya dengan kelukaan yang dalam, yang ia pun berkata tak dapat membayangkan apa yang terjadi jika ia memposisikan dirinya dalam posisiku.

 “ Maaf ya Wita, aku ga tahu aku harus buang sedihku ini dimana, ga mungkin jika aku berada di rumah, aku ga mau ada yang melihat air mataku.”  ucapku tersengal dengan nafas yang tak beraturan karena menangis.
  
 “yah, ga papa, tapi Rin kalu aku boleh menyarankan, tolong fikirkan semua ini lebih jernih lagi, musti harus memakan waktu kamu, mungkin istri Mas Defian pun sama sepertimu,atau bahkan lebih,  karena dia lebih dulu berada dalam kehidupan mas Defian, yang mungkin dia kira kamu sudah tahu. Sementara kamu adalah pendatang baru, yang mungkin juga sama – sama tak menginginkan hal ini terjadi. Kalian sama – sama terluka. Kita sama – sama wanita Rin, masih banyak laki – laki yang lebih baik, dan lajang yang bisa kamu temuin. Aku ga tahu kenapa kamu begitu dekat dan sepercaya itu padahal kalian kenal dari dunia maya, dunia yang bisa saja semua orang berbohong, dan kamu bisa lihat hasil dari itu sendiri” jelas Wita panjang lebar menasehati dan mencoba memberi aku pengertian. Aku hanya menganggukan kepala dan terdiam mengartikan bahwa aku mengerti apa yang Wita utarakan.

 Sepulang dari Wita, ada sms dari mas Defian yang berbunyi “ maafkan aku Rinda, aku tak bermaksud berbohong padamu, mungkin ini juga bagian dari jawaban atas doa – doamu selama ini, tidurlah dik, jangan sedihkan hal ini, aku minta maaf”. Kembali ku menitikkan air mataku, hatiku sungguh perih, bak dicabik cabik, Astgfirullah, semudah itulah dia meminta maaf, sadarkah dia telah membuat istrinya, diriku dan dirinya pun terluka?
  
Aku berusaha menggerakan jemariku yang memang diriku saat itu dalam kondisi lemah, ku balas sms darinya “ Kenapa mas? Kenapa mas ga bilang dari awal pertama? Aku sedih mas, aku sakit, aku merasa sangat bersalah karena melukai istri mas, aku tidak tahu apa – apa, mas sadar ga sih? Tindakan mas itu salah? Tidurlah lebih dulu dariku, kesakitanku ini tak dapat membuat aku tenang..” balas ku dengan hati yang teriris. Sebentar HP ku pun berbunyi ada balasan lagi “ akan aku jelaskan ini dik, aku merasa belum waktunya kamu tahu semua, tapi sekarang kamu tahu, aku tak mau kehilangan kamu, aku butuh kamu dik, sungguh...”. Aku memegang dadaku yang seolah akan runtuh, meringis  menahan sakit di ulu hatiku. “Astgfirullah...., ampuni aku ya Allah” ujarku lirih.
********************************************************************************
Dalam diam

 Hari – hariku terasa hambar,  Aku yang bekerja sebagai operator warnet tak sekali - kali pun aku mengaktifkan YM ku setelah kejadian itu, aku takut, aku merasa takut untuk melihat dia Online. Berkali – kali ia menelfonku, namun tak satu pun panggilan darinya ku jawab. Aku biarkan panggilannya terus berdering di Hpku.  Lagi – lagi aku menangis, seperti sudah tak kuat menopang beban ini, bagaimana tidak? Aku terlanjur mencintai dia, aku melihat dia berbeda dengan laki – laki yang lain. Kesungguhannya, ah.. salahkah jika aku merasa mantap keyakinanku padanya musti via dunia maya ini? Berulang kali mustahil itu kerap terdengar di telingaku dengan kalimat “cinta dunia maya hanya membawa petaka”. “Allah..., beritahu apa yang harus aku lakukan untuk diriku dan hidupku selanjutnya.”, harapku dalam hati.

 Aku berharap pada Allah agar Dia melapangkan hatiku untuk bisa memaafkan mas Defian, serta menguatkan  pendirianku atas jalinan silaturahmi ini. Aku tahu aku sudah mau dan bisa menerima apa itu poligami, tapi ternyata Allah mempunyai rencana lain, untuk melibatkan aku dalam hal besar seperti ini, walhamdulillah ala kuli hal. Aku mau yang terbaik bagi mereka. Terutama Alif buah cinta dari mereka berdua. Sulit sekali untuk menerima, sering mampir fikiran dan pengandaian, jika saja mas Defian masih lajang. Akan tetapi itu tak akan mengubah semua yang ada dalam alam nyata yang aku terima. Doa, dan selalu berdoa pada-Nya. Kunci yang tak pernah mati bagi hati yang tersakiti.

 Diamku bukan untuk mengacuhkan yang terjadi. Akan tetapi aku hanya mencoba menenangkan hatiku, aku tahu diriku. Alhamdulillah, aku masih dapat mengontrol pekerjaanku, dan hal – hal yang menjadi kewajibanku lainnya. Meski ekspresi dan sinar mukaku seperti tak biasanya. Aku rasa lagu lama telah hadir kembali dalam sisi kalbu yang tak pernah ku inginkan kehadirannya. Teringat pesan mas Defian di email sebelumnya bahwa Umi Alif setuju jika dia melamarku. Biarpun ia menyetujui suaminya  menikah lagi, tetap saja tak ada ketenangan dariku karena halnya berbeda, mas Defian tidak mengatakan yang sesungguhnya dari awal pertama. Aku menjadi pemurung, bahkan tak doyan makan. Anganku menari ke atas langit biru, kegagalan masa lalu aku sudah kujadikan ia guru terbaikku, dan sekarang apakah akan ada lagi yang bertambah untuk kehidupanku ini daripada hari kemarin?. Entahlah..., yang aku tahu tulus itu lebih baik adanya.

 Hanyut dalam diamku, dering sms mengagetkan aku, aku meraih HP ku, sms mas Defian,  

 “ assalamualaikum, apa kabar dik? Bagaimana keadaanmu? Kenapa tak ada kabar? Aku khawatir, aku sakit di sini, bisakah kau menolongku...? “ katanya di sms.

Dengan mencoba melapangkan hatiku , aku berusaha menjadi seseorang yang berjiwa besar meski rasa sakitku tak sesederhana ucapku. “ waalaikumsalam, maafkan aku. Kalu sakit minum saja obat, bukankah di sana sudah ada yang merawatmu..? “ ku kirimkan dengan setengah perihku. Ada balasan di berikutnya “ maafkan aku lagi dik, harusnya tadi tak usah kukatakan jika aku sakit, maafkan aku jika aku manja, aku hanya tak mau kehilangan kamu...”. Jelasnya dalam.

 Bodohkah aku? Jika aku merasa kasihan terhadapnya? Tapi bukankah aku mencintainya? Meski dia sungguh benar – benar menghancurkan keutuhan perasaanku terhadapnya. Aku tak bisa menjauh dari bayang – bayangnya. Setelah sms itu, aku mencoba membuka hatiku, dan mulai perlahan menerima keadaan ini. Dengan berbagai usaha yang tak lepas dari permohonanku kepada-Nya. Aku masih berhubungan dengan mas Defian. Dia jelaskan kenapa dia tak berbicara dari awal, tapi jujur sampai sekarang pun, tindakan itu tidak tepat menurutku. . Astagfirullah, ampunilah aku :(

 Itulah mengapa, aku suka kejujuran, meski pun pahit.

Seperti yang aku telan saat ini Mas Defian menjelaskan lagi lebih detail kenapa ia ingin menikahiku, ada beberapa alasan yang ada dalam syarat dan ketentuan  berpoligami. Namun entahlah, adilkah semua ini? Aku selalu berharap agar ada jalan keluara untuk kami. Dia meyakinkan aku, bahwa dia akan datang, dan tentu saja juga meminta waktu untuk meyakinkan orang tua darinya. Aku cinta dia, tapi bisakah aku berada di tengah – tengah keutuhan mereka sebelumnya?Bayangan mereka terus berada dalam benakku. Hatiku selalu menangis, jika luka itu terbuka dengan kebahagiaan yang terpampang di depan kedua mataku. Melihat senyum mengembang, tawa dan canda ria suara – suara mereka bersama ayah dan ibunya, bayangan mereka seketika muncul dalam hadapanku, walaupun aku tak pernah melihat foto jelas dari istri mas Defian.
  
Perih, bergerumul bulir – bulir air mata di pelupuk mataku, ingin terjatuh, namun segera aku seka dengan ketegaranku. Mencoba tersenyum dengan pemandangan itu, dimana itu pula yang menjadi impian dan cita – citaku. Memiliki sebuah keluarga kecil sederhana dan bahagia dengan kehadiran buah cinta, buah hati dari dua yang telah menjadi satu.

kisah ini? Siapa yang sungguh merasa bersalah atas semua ini? Aku tak dapat menyalahkan keadaan ini,

Cinta memang tak dapat diperkirakan kehadirannya, tak dapat tertunda meski karena balok – balok perbedaan keras yang menghadangnya. Cinta itu tetap ada dan tumbuh dengan apa adanya.

Luka yang telah kau toreh ini, esok kan kau dapati ia menjadi kasih sayangku padamu, karena sungguh aku mencintaimu meski sampai nanti pun aku tak dapat mendapatkan gelar sebagai istri.

Pembelajaran tulus ini, akankah dapat bertahan? Mungkinkah aku terjerat cinta terlarang?namun  yang bagaimanakah cinta terlarang itu? Apakah cinta harus permisi terlebih dahulu untuk menyuguhkan kehadirannya? Aku tahu mungkin aku salah, tapi tidak sekalipun aku ingin menyalahkan perasaanku ini. Ia hanya sebuah rasa dimana ia tumbuh dengan sambutan hangat dan penuh kasih juga sayang. Sambutan hati dan jiwa yang memerhati dan menjaganya dengan apa adanya.
  
Cinta tak seperti apapun besarnya, tak akan ku biarkan ia  membutakan aku, dan aku mau dia bahagia. Aku mau kehadiranku yang  tak pernah diinginkannya ini pun, bisa membuat ia lebih baik, mungkinkah semua ini adalah ujian kami bersama? Wallahu Alam. Dalam hidup ini, ingin sekali ku raih keikhlasan, sungguh demi jiwaku yang berada dalam genggamann-Nya, demi Ia yang Maha Membaca Isi Hati ini, aku hanya inginkan yang terbaik di kisahku ini bagi mas Defian, istrinya, terutama Alif, anaknya.
 *******************************************************************************
 di sini,
begitu sepi... dan kosong...
bermain – main dengan angin …
bercanda dengan ruas – ruas bayang...

cinta membuat aku sungguh merindukannya...
cinta juga membuat aku selalu menangis....

bukan karena lelahku...menantinya...
bukan karena sakitku yang tengah ditorehkannya...

akan tetapi karena debu rindu ini semakin menebal...
dan aku sadar..., batinku tak cukup mampu menopang butir – butir kegelisahan...

berputar benak dalam pusara – pusara perantara batinku dengan batinnya..
berharap cinta mengerti untukku selamanya....

juga berharap IA mengenankanku melihat warna pelangi dalam indah langit-Nya..
hingga menjadikan aku merasa  damai dan sejahtera dalam lindung-Nya
dan menjadikan sendiri tetap utuh dalam pengharapan ku terhadap-Nya akan cintaku padanya..
  
cinta..., 
cinta membuka harapan seseorang untuk hidup....
untuk lebih mengindahkan setiap langkah tujuan kemana ia akan pergi....
  
cinta hanya diikuti oleh hati yg diam - diam menginginkannya...
tiada pula jalan yang pasti jika smua berbeda dengan apa yang diharapakannya..
pengorbanan yang utuh, hati yang luluh, dan jantung yang dibuatnya lumpuh, ...

tak bergerak, bukan berarti tak berjalan,
bernyawa, tak selalu merasa dgn hati yg sempurna,
maka sempurnakanlah segala cita dan asa
sekalipun, tak bisa sempurna dalam memiliki, dan menjamahnya...

serperti aku yang kini mencintainya.....
********************************************************************************
 Biarkan saja jika aku nanti pergi dengan luka – luka yang terpenuhi air mata. Kegagalan dalam tanda keberhasilan yang tertunda, juga ketulusan dalam segala pemberianku padanya. Semoga itu cukup bermakna dalam hidupnya. Aku berdoa  agar Allah selalu menjaga diriku dalam kesedihan, menyayangiku sewaktu aku merasa sendiri. Dan aku meminta pada-Nya, agar aku dikuatkan karena bagaimanapun sampai detik ini, aku masih mencintainya...., dan aku mau dia bahagia, ada atupun tiada diriku di sampingnya. Karena biar bagaimanapun ketulusanlahyang bisa mengalahkan segalanya, dan biarlah tulusku yang mencintai dia, sekalipun aku tak dapat hidup bersama dengannya.

Ya Allah....,
Maha Mulia, lagi Maha Bijaksana....
Inikah jalan ujian dari-Mu bagi hamba ya Rabb?
Jika ini yang terbaik, berikan hamba kemudahan...
berikan hamba kelapangan dada dan jiwa untuk menjalankannya...
berikan kekuatan-Mu untukku bertahan ya Allah...,
berikan aku pengertian tentang ikhlas yang sesungguhnya....
hingga air mata ini tetap menjadi doa – doa bagi jiwa yang selalu terjaga
amien.....
********************************************************************************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Search